Sinar mentari mulai memaksa masuk melalui celah-celah jendela.  Masih ku pandangi wajah dalam cermin mungil di tanganku. Sambil sesekali ku betulkan posisi jilbabku yang miring.
“mau kemana sayang?” Tanya suami yang menikahiku sekitar dua minggu lalu.
“mau belanja dong. Yah, kalau hari ini bunda bikin pecal lele mau enggak?” tanyaku balik sambil meletakkan cermin di tempatnya. Oya kami memang sudah komitmen untuk panggilan ayah bunda setelah menikah walaupun belum punya momongan. Kami menganggapnya sebagai doa agar Allah segera menitipkan buah hati kepada kami.
“boleh dong. Masak apa aja boleh asalkan bunda suka. Oya, nanti tolong belikan ayah ubi yaa? Ayah lagi pengen ubi goreng nih.” Pesanan suami kali ini.
“oke…” jawabku sambil cium tangan suami dan berlalu pergi.
Belanja keperluan dapur adalah satu dari sekian hal yang aku sukai setelah menikah. Tentu saja karena hobiku adalah memasak dan makan serta dapur menjadi tempat favoritku.
Jikalau dulu aku tinggal membuka kulkas ketika ingin memasak, sekarang aku harus membelinya sendiri. Meskipun begitu, pengalaman menemani ibu ke pasar setiap hari Minggu cukup membekali diriku mengenai ilmu-ilmu berbelanja keperluan dapur. Dimulai dari cara memilih ikan yang segar, hingga bagaimana labu siam yang enak atau tidak, tentu saja, versi ibuku.
**
Sesampainya di tempat belanja, mataku mengitari barisan dan tumpukan barang dagangan yang ada. “Alhamdulillah, ketemu !!”, lirihku. Tanpa Tanya harga, ku ambil sekilo ubi yang telah lolos uji sortir tangan terampilku. Diikuti dengan sekilo ikan lele, daun kemangi, dan beberapa pelengkap lainnya.

Teringat salah satu poin kiat belanja yakni’ tak boleh berlama-lama’ mendorongku untuk segera pulang ke rumah. Tampaknya suamiku sedang asyik di depan laptop. “mau bunda goreng sekarang ubinya yah?”, tanyaku pada suami tercinta. “boleh..”, jawabnya singkat tanpa menoleh sedikitpun. Huh, istri segini cantiknya gak dilirik pun kalau sudah depan laptop. Begitulah suamiku, laptop sudah layaknya istri pertama. Terus aku, istri keberapa dunk??!!

Sambil menunggu ubi goreng matang, ku buatkan pula dua cangkir kopi sebagai pelengkap. Yup dua cangkir gaes, yang satu lagi untukku. Suka enggak nahan kalau lihat kopi.

 Alhamdulillah… sepiring ubi goreng dan dua cangkir kopi sudah tertata rapih di atas nampan.
“betah banget sih sama laptop, makan ubi dulu yuk sekalian ngopi.” ,pintaku sambil kuletakkan nampan di atas meja dan aku duduk di samping suami.

“mana ubinya bunda..?” ,Tanya suami melirik ke atas nampan.

“lah ini apa?”, jawabku sambil mengarahkan jari telunjuk ke sepiring ubi goreng.

“ini ketela, bunda bukan ubi.” Kata suamiku lagi.

“hah, ketelaaa…..??!!!” aku terheran, “trus kalau ubi yang macam mana suamiku?”

“ubi itu yang panjang panjang tuh. Dalamnya putih.”, jawabnya yakin.

“singkong maksudnya?” tanyaku lagi.

“iyaa, nama lainnya ubi.” Jelasnya.

“trus yang ini ketela atau ubi?” tanyaku menunjuk ubi goreng tadi.

“itu ketela.” jawab suamiku mantap.

Ya Allah, Ya Karim…..
.......


*sekilas info:
Di kampung halaman suamiku yakni kabupaten Aceh Jaya, singkong itu namanya 'ubi', sedangkan ubi jalar namanya 'ketela'.